"The Real Art of Tarot"
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Seni Tarot Dulu dan Sekarang

Seni Tarot Dulu dan Sekarang

Masyarakat Indonesia saat ini telah banyak mengenal per­mainan kartu tarot yang sesungguhnya memang bukan berasal dari budaya kita. Ada yang menjadikan kartu tarot sebagai media meramal masa yang akan datang, “membaca” apa yang sedang dipikirkan klien, konsultasi atas permasalahan klien, atau berfungsi sebagai suvenir barang seni karena memiliki gambar etnik yang estetik. Apa pun apresiasi kita terhadap permainan kartu tarot, yang jelas tarot telah memiliki posisi tersendiri bagi sebagian masyarakat karena memiliki nuansa spiritual, eksplorasi bawah sadar, dan pengungkapan peristiwa yang sesungguhnya kita sudah tahu sebab-akibat keadaaannya.
Dari mana sebenarnya permainan kartu tarot berasal? Sampai saat ini tidak ada satu sumber yang pasti sejak kapan, di mana, dan latar belakang kartu tarot mulai diperkenalkan. Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa kartu ini dikembangkan oleh masyarakat gipsi yang membawanya ke daratan Eropa setelah Perang Salib.
Ada pula yang meyakini bahwa tarot semula bernama kabala (dari India)susunan gambar diatur menyerupai permainan catur, lalu sang penanya hanya menunjuk dengan mata tertutup bagian-bagian gambar tertentu untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan dengan mentransformasikan kekuatan mistik.
Pendapat lain mengatakan bahwa tarot berasal dari Mesir. Adalah Court de Gebelin yang mengembangkan teori bahwa tarot dapat diidentikkan dengan Kitab Toth. Toth adalah dewa ilmu pengetahuan Mesir kuno. Pada abad ke-19 karya tersebut dikembangkan oleh Alphonse Louis Constant, warga Perancis, membentuk sebuah sistem untuk menafsirkan kartu tarot. Salah satunya yang terkenal adalah jenis kartu Rider Waite yang dipakai sebagai referensi dalam buku ini.
Sedangkan berdasarkan catatan sejarah dan informasi dari Padepokan Tarot Indonesia, kartu ini sudah lahir semenjak masa Nabi Musa as.. Tarot berkembang di lingkungan bangsa Ibrani, kemudian berproses dalam kurun waktu sangat panjang, hingga dikenal sebagai qaballa.
Pada permulaan abad ke-12 hingga 15, ilmu ramal ini berkembang pesat di daratan Eropa sampai pada abad pencerahan—masa pemisahan agama dan ilmu pengetahuan. Tidak heran bila tarot pernah menjadi pertentangan sengit karena banyak anggapan bahwa ilmu ramal ini terkait ajaran yang tidak rasional.
Namun, bagi kaum yang arif, ilmu ini menjadi menarik bila dikaji lebih profesional, sebagaimana ilmuwan fisika yang menemukan pengetahuan alam semesta atau materi atom. Para penemu bahasa simbol kartu tarot berpendapat bahwa di “balik“ gambar kartu itu ada suatu “energi” tak tampak, yang sampai hari ini masih tetap me­ngundang minat orang untuk menambang misteri. Tujuh puluh delapan gambar kartu tarot merupakan lambang perjalanan bintang yang erat kaitannya dengan siklus kehidupan manusia itu sendiri.
Seni tarot memang telah berkembang sejak beberapa abad lalu dan banyak dihubungkan dengan berbagai budaya dan kepercayaan masing-masing daerah. Namun, hal tersebut tergeser seiring dengan kemampuan seseorang mengeksplorasi pikiran bawah sadarnya. Kini, tarot menjadi seni wacana dan komoditas sebagian masyarakat untuk mendapatkan jawaban logis saat tersandung masalah.
Kalangan para pebisnis di Amerika telah mengakui ke­beradaan eksplorasi bawah sadar dengan tarot. Sehingga mereka merasa perlu mengembangkan seni ini sebagai industri yang dapat mengungkap misteri tersembunyi dari hubungan sebab-akibat. Pengakuan itu tampak antara lain dengan banyaknya pe­nerbit dan percetakan di Amerika Serikat dan Eropa berlomba mengeluarkan kartu tarot dengan desain yang cantik, mewah, dan memukau. Umumnya, desain tersebut berlatar belakang cerita legenda dan falsafah setiap bangsa yang berfokus pada siklus kehidupan manusia. Hampir dua ratus tahun terakhir kartu tarot mengalami perkembangan pesat.
Seni tarot di Indonesia sendiri masih berkisar pada ka­langan tertentu dan terbatas karena ada yang menganggapnya tidak ilmiah. Sebagai upaya mengembangkan dan memberikan apresiasi terhadap perkembangan tarot di Indonesia, maka untuk melengkapi buku ini dibuatlah tumpukan kartu de­ngan des­kripsi yang disesuaikan kultur bangsa. Kartu ini di­interpretasi­­kan dengan sederhana dari jenis kartu Rider Waite. Gambar kartu tarot hanya mengganti unsur pakaian yang ada di Rider Waite menjadi tema nusantara. Diharapkan kartu ini dapat mempermudah siapa saja yang ingin mempelajari tarot sembari mengapresiasikan budaya Indonesia.
Kartu Tarot Nusantara memang mengambil nuansa-nuansa etnik bangsa Indonesia dan didominasi dengan unsur Jawa kuno yang mewakili simbol Kerajaan Mataram. Dan, pada tiap elemen kartu arcana minor ada pula unsur budaya lain. Gambar pada elemen tongkat mengusung budaya Jawa-Bali yang bermain warna merah dan kecokelatan. Warna ini mewa­kili unsur tongkat, yaitu api. Tiap karakternya divisualisasikan meng­gunakan motif batik Jawa dan Bali. Dan untuk elemen koin, motifnya merujuk pada budaya Tana Toraja yang mengusung unsur tanah (simbolisasi budaya Toraja yang meyakini nenek moyangnya berasal dari kerbau). Karakternya memakai motif Tongkonan (Pa’Bambo Uai, Pa’Daun Bolu Sangbua, Pa’Sepu Torongkong, dan seterusnya) dengan rujukan warna kain tenun Tana Toraja.
Sementara gambar elemen pedang yang berkaitan dengan udara, merujuk pada budaya Kalimantan, yakni suku Dayak—dengan visual hutan dan angin. Warna hijau sebagai unsur angin diambil dari dominasi warna pada beberapa kesenian daerah. Kartu ini memperlihatkan tato suku Dayak yang konon merujuk Dewa Angin Waprakesvara pada masa kekuasaan Kutai di era Kerajaan Hindu-Buddha Kuno.
Dan yang terakhir, elemen piala dengan unsur air digambarkan dengan budaya suku Sentani di Papua yang berdomisili di pinggir Danau Sentani. Corak kain pada arcana ini mengacu pada ukiran kayu Sentani dan kain perempuan Sentani yang kebanyakan mengusung ikon ikan dan binatang melata. Tokek dan kura-kura adalah interpretasi nenek moyang suku Sentani. Sebenarnya, warna Sentani yang original justru warna “panas” (merah, cokelat, putih, hitam). Namun, untuk kartu ini unsur pewarnaannya diganti menjadi biru.

Tarot Nusantara "The Real Art of Tarot"
Hisyam A. Fachri

Author :

Share Artikel

Artikel Terkait