"The Real Art of Tarot"
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Tarot dan Psikologi

Tarot dan Psikologi

Masih banyak di antara kita yang menilai bahwa psikologi adalah ilmu yang bersifat empirik. Dengan kata lain, semua penjabaran dan penjelasan dari teori yang diterima harus didasari oleh validasi metode ilmiah yang baku, yang mana korelasi dan variabelnya haruslah terukur serta tertata. Dengan demikian, fokus dari bidang ini berada pada tingkat kesadaran manusia (consious), sehingga ketika kita membahas bawah kesadaran manusia (subconsious) akan sulit diterima oleh masyarakat luas.
Sebagian pakar Psikologi seperti Freud dan Jung memang membahas tentang pikiran bawah sadar. Namun, ketika teori-teori tersebut dibahas, hampir selalu ada catatan karena memiliki kelemahan dalam pembuktian empirik. Sementara, di sisi lain minat mengenai teori ekplorasi bawah sadar sangatlah meluas, terutama kajian-kajian teori Jung dengan fenomena Tao, I-Ching bahkan tarot.
Di dalam kehidupan manusia, kita mengenal pola depresi, tertekan dan stres. Dalam kondisi ini, pikiran bawah sadar menunjukkan pengaruhnya untuk menekan pikiran sadar manusia. Adalah Sigmund Freud, sebagai peletak ilmu jiwa dan tinjauan psikoanalisis yang menguraikan tentang bawah sadar sebagai sesuatu yang personal atau  ketidaksadaran personal yaitu sebuah pengalaman-pengalaman yang pernah disadari tetapi direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan serta pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada sang pribadi. Tetapi, di sisi lain kita juga mengenal bawah sadar atau ketidaksadaran kolektif yang dipaparkan oleh . Carl Gustav Jung yaitu sebuah asosiasi yang terorganisasi atau terkonstelasi oleh perasaan, pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan ingatan-ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Asosiasi ini memiliki inti yang bertindak seperti magnet yang dapat menarik atau mengkonstelasikan berbagai pengalaman ke manusia itu sendiri. Dan hal ini bisa bertindak sebagai kepribadian otonom yang memiliki kehidupan jiwa dan sumber penggeraknya sendiri.
Jung meyakini bahwa semua jiwa manusia terhubung dengan ketidaksadaran kolektif. Keadaan ini memiliki kekuatan tersendiri dalam pola-pola kehidupan sepanjang masa sehingga kita diajarkan untuk melihat peran kita dan terus berupaya untuk mencapai hasil serta melepaskan hal-hal yang tidak menguntungkan. Dengan demikian, kita segera memasuki kesadaran pada ketidaksadaran untuk bisa mencapai keseimbangan hidup dan pemahaman potensi atas diri kita sendiri yaitu, dengan mempertimbangkan hukum sebab akibat.
Jadi, sama saja ketika kita mempelajari kartu Rorschach atau alat tes psikologi proyektif berupa gambar bercak tinta yang diminta diinterpretasikan oleh klien,   dalam mata kuliah Psikologi dan mewacanakannya maka, seperti itulah tentang kartu tarot diapresiasikan, walau memang ada perbedaan dalam mengkualifikasikannya. Sama halnya dengan adanya perbedaan kualifikasi antara penguasaan Rorschach terhadap TAT/CAT  sebuah alat tes psikologi proyektif berupa gambar - gambar yang diminta diinterpretasikan oleh klien - kalau TAT untuk orang dewasa tapi kalau CAT untuk anak - anak, Wartegg (alat tes psikologi proyektif dimana klien diminta meneruskan atau melengkapi stimulus yang tidak bermakna menjadi gambar yang bermakna), DAM (alat tes psikologi proyektif dimana klien diminta untuk menggambar manusia lengkap),  BAUM  (alat tes psikologi proyektif dimana klien diminta untuk menggambar pohon berkayu), DAP  (alat tes psikologi proyektif dimana klien diminta untuk menggambar manusia lengkap), HTP  (alat  tes psikologi proyektif dimana klien diminta untuk menggambar rumah, pohon dan manusia), SSCT  (alat tes psikologi proyektif dimana klien diminta untuk meneruskan kalimat) dan alat tes gambar lainnya. Dengan demikian pemahaman terhadap tarot dapat dibuktikan dengan konsep-konsep keilmiahan yang seharusnya kita pahami sebagai bagian dari ilmu psikologi, walau kita masih membutuhkan kajian dan penelitian yang lebih mendalam lagi
Ya, satu set kartu tarot terdiri atas 78 kartu yang dibagi menjadi dua bagian utama yaitu arcana mayor dan arcana minor (arcana diambil dari kata arcanum yang berarti "rahasia yang mendalam" . mayor berarti besar, sedangkan minor berarti kecil).  Arcanum merupakan sebuah konsep tentang kerahasiaan alam. Oleh karena itu, dalam tarot bisa diistilahkan memasuki dunia kerahasiaan alam semesta dan menjelaskan kembali konsep-konsep “kerahasiaan” tersebut dengan logika.
Arcana mayor berjumlah 22 kartu yang dimulai dari angka 0 sampai 21, selalu diberi judul mulai dari ‘si Dungu’, ‘sang Pesulap’ sampai ‘Bumi’. Kartu ini pada umumnya bergambar yang merupakan representasi sebuah kekuatan kosmik seperti maut, keadilan, kekuatan, dan seterusnya,  serta berisi pola dasar simbolisme berbagai sikap, kepribadian, karakter atau obsesi. Sedangkan 56 kartu arcana minor terbagi menjadi 4 bagian utama yang disimbolkan dengan Pedang, Tongkat, Koin, dan Piala.4  Simbol Pedang diintepretasikan merupakan pikiran-pikiran, ide-ide, keyakinan-keyakinan kita dan bila diihubungkan dengan psikologi Jung, simbol Pedang mewakili tipe pikiran (thinking). Simbol Piala mewakili interpretasi perasaan-perasaan dan emosi-emosi kita, pada psikologi Jung, ia merupakan tipe perasaan (feeling). Simbol Tongkat merupakan interpretasi intuisi, bakat, daya hidup, kehendak kita.dan ini dalam psikologi Jung merupakan tipe intuisi (intuiting). simbol Koin menyimbolkan kehidupan praktis kita sehari-hari, yang oleh psikologi Jung adalah penginderaan kita (sensing). Dari empat bagian ini, dibagi menjadi 14 kartu Pengadilan/Kerajaan yang pada masing-masing komponennya terdiri atas seorang Raja, seorang Ratu, seorang Perwira, dan seorang Pembantu, sedangkan lainnya hanya diberi tanda nomor dari 10 sampai kartu  As (satu).
Cara kerja tarot bukanlah menggunakan prinsip random atau acak, melainkan menggunakan asas sinkronisitas (synchonicity). Sinkronisitas adalah segala sesuatu sangat berhubungan satu dengan yang lain dengan adanya koneksi di dalam ketidaksadaran kolektif. Oleh sebab itu, ketika kita memainkan peranan sebagai pewacana tarot dan mengeksplorasi pikiran bawah sadar, apa yang muncul di kartu dalam bentuk gambar bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah konsep ketidaksadaran kolektif dari cerita, legenda dan kisah terdahulu. Maka tidak heran saya sering menerima pertanyaan dari klien: “ Kok, tahu apa yang sedang saya rasakan?” Ya, sesungguhnya  sinkronisitas itu ada dan kartu tarot secara akurat memotret psyche (pola kepribadian yang berbeda namun saling berinteraksi) kita meskipun kita tidak dapat melihat hubungannya.
Pendek kata, kartu tarot tidak seharusnya dilihat sebagai metode sederhana untuk meramal masa depan. Tarot lebih tepat dimanfaatkan sebagai media konseling untuk mencari akar masalah dan jalan keluar ketika seseorang merasa beban hidupnya berat. Tarot dapat pula digunakan untuk meyakinkan pengambilan keputusan atau bahkan memahami diri sendiri. Tarot dapat merangsang intuisi dan membantu pikiran untuk meloloskan diri dari situasi yang membelenggu.
Semoga  buku ini dapat menyampaikan  pesan bahwa penemuan diri sendiri (self) bisa memperluas kesadaran seseorang, membawanya pada pertumbuhan spiritual yang lebih tinggi, serta sekaligus membuatnya dapat mengintegrasikan berbagai self yang saling bertentangan antara  kekuatan dan kelemahannya, aspek positif dan negatifnya, aspek diri maskulin dan femininnya. Semoga pula buku ini memberikan aspek positif bagi pertumbuhan diri seseorang secara utuh dan memberikan “cap” yang obyektif terhadap hadirnya ilmu tarot.


Tarot Nusantara "The Real Art of Tarot"
Hisyam A. Fachri

Author :

Share Artikel

Artikel Terkait