Masih
banyak di antara kita yang menilai bahwa psikologi adalah ilmu yang bersifat
empirik. Dengan kata lain, semua penjabaran dan penjelasan dari teori yang
diterima harus didasari oleh validasi metode ilmiah yang baku, yang mana
korelasi dan variabelnya haruslah terukur serta tertata. Dengan demikian, fokus
dari bidang ini berada pada tingkat kesadaran manusia (consious), sehingga ketika kita membahas bawah kesadaran manusia (subconsious) akan sulit diterima oleh
masyarakat luas.
Sebagian
pakar Psikologi seperti Freud dan Jung memang membahas tentang pikiran bawah
sadar. Namun, ketika teori-teori tersebut dibahas, hampir selalu ada catatan
karena memiliki kelemahan dalam pembuktian empirik. Sementara, di sisi lain
minat mengenai teori ekplorasi bawah sadar sangatlah meluas, terutama
kajian-kajian teori Jung dengan fenomena Tao, I-Ching bahkan tarot.
Di dalam
kehidupan manusia, kita mengenal pola depresi, tertekan dan stres. Dalam
kondisi ini, pikiran bawah sadar menunjukkan pengaruhnya untuk menekan pikiran
sadar manusia. Adalah Sigmund Freud, sebagai peletak ilmu jiwa dan tinjauan
psikoanalisis yang menguraikan tentang bawah sadar sebagai sesuatu yang personal atau ketidaksadaran personal yaitu sebuah pengalaman-pengalaman yang pernah disadari
tetapi direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan serta
pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada
sang pribadi. Tetapi, di sisi lain kita juga mengenal bawah
sadar atau ketidaksadaran kolektif yang dipaparkan oleh . Carl Gustav Jung
yaitu sebuah asosiasi yang
terorganisasi atau terkonstelasi oleh perasaan, pikiran-pikiran,
persepsi-persepsi dan ingatan-ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran
pribadi. Asosiasi ini memiliki inti yang bertindak seperti magnet yang dapat
menarik atau mengkonstelasikan berbagai pengalaman ke manusia itu sendiri. Dan
hal ini bisa bertindak sebagai kepribadian otonom yang memiliki kehidupan jiwa
dan sumber penggeraknya sendiri.
Jung
meyakini bahwa semua jiwa manusia terhubung dengan ketidaksadaran kolektif.
Keadaan ini memiliki kekuatan tersendiri dalam pola-pola kehidupan sepanjang
masa sehingga kita diajarkan untuk melihat peran kita dan terus berupaya untuk
mencapai hasil serta melepaskan hal-hal yang tidak menguntungkan. Dengan
demikian, kita segera memasuki kesadaran pada ketidaksadaran untuk bisa mencapai keseimbangan
hidup dan pemahaman potensi atas diri kita sendiri yaitu, dengan mempertimbangkan
hukum sebab akibat.
Jadi,
sama saja ketika kita mempelajari kartu Rorschach atau alat tes psikologi
proyektif berupa gambar bercak tinta yang diminta diinterpretasikan oleh
klien, dalam mata kuliah Psikologi dan
mewacanakannya maka, seperti itulah tentang kartu tarot diapresiasikan, walau
memang ada perbedaan dalam mengkualifikasikannya. Sama halnya dengan adanya
perbedaan kualifikasi antara penguasaan Rorschach
terhadap TAT/CAT sebuah alat tes psikologi proyektif berupa
gambar - gambar yang diminta diinterpretasikan oleh klien - kalau TAT untuk
orang dewasa tapi kalau CAT untuk anak - anak, Wartegg (alat tes psikologi
proyektif dimana klien diminta meneruskan atau melengkapi stimulus yang tidak
bermakna menjadi gambar yang bermakna), DAM (alat tes psikologi
proyektif dimana klien diminta untuk menggambar manusia lengkap), BAUM (alat
tes psikologi proyektif dimana klien diminta untuk menggambar pohon berkayu),
DAP
(alat tes psikologi proyektif
dimana klien diminta untuk menggambar manusia lengkap), HTP
(alat tes psikologi proyektif dimana klien diminta
untuk menggambar rumah, pohon dan manusia), SSCT (alat tes psikologi proyektif dimana klien diminta untuk meneruskan
kalimat) dan alat tes gambar lainnya. Dengan demikian pemahaman terhadap
tarot dapat dibuktikan dengan konsep-konsep keilmiahan yang seharusnya kita
pahami sebagai bagian dari ilmu psikologi, walau kita masih membutuhkan kajian
dan penelitian yang lebih mendalam lagi
Ya, satu set
kartu tarot terdiri atas 78 kartu yang dibagi menjadi dua bagian utama yaitu
arcana mayor dan arcana minor (arcana diambil dari kata
arcanum yang
berarti "rahasia yang mendalam" . mayor berarti besar, sedangkan
minor berarti kecil). Arcanum merupakan
sebuah konsep tentang kerahasiaan alam. Oleh karena itu, dalam tarot bisa
diistilahkan memasuki dunia kerahasiaan alam semesta dan menjelaskan kembali
konsep-konsep “kerahasiaan” tersebut dengan logika.
Arcana
mayor berjumlah 22 kartu yang dimulai dari angka 0 sampai 21, selalu diberi
judul mulai dari ‘si Dungu’, ‘sang Pesulap’ sampai ‘Bumi’. Kartu ini pada umumnya bergambar yang merupakan representasi
sebuah kekuatan kosmik seperti maut, keadilan, kekuatan, dan seterusnya, serta berisi pola dasar simbolisme berbagai
sikap, kepribadian, karakter atau obsesi. Sedangkan 56 kartu arcana minor
terbagi menjadi 4 bagian utama yang disimbolkan dengan Pedang, Tongkat,
Koin, dan Piala.4 Simbol Pedang diintepretasikan merupakan
pikiran-pikiran, ide-ide, keyakinan-keyakinan kita dan bila diihubungkan dengan
psikologi Jung, simbol Pedang mewakili tipe pikiran (thinking). Simbol
Piala mewakili interpretasi perasaan-perasaan dan emosi-emosi kita, pada
psikologi Jung, ia merupakan tipe perasaan (feeling). Simbol Tongkat
merupakan interpretasi intuisi, bakat, daya hidup, kehendak kita.dan ini dalam
psikologi Jung merupakan tipe intuisi (intuiting). simbol Koin
menyimbolkan kehidupan praktis kita sehari-hari, yang oleh psikologi Jung
adalah penginderaan kita (sensing). Dari empat bagian ini, dibagi menjadi 14 kartu
Pengadilan/Kerajaan yang pada masing-masing komponennya terdiri atas seorang
Raja, seorang Ratu, seorang Perwira, dan seorang Pembantu,
sedangkan lainnya hanya diberi tanda nomor dari 10 sampai kartu As (satu).
Cara
kerja tarot bukanlah menggunakan prinsip random
atau acak, melainkan menggunakan asas sinkronisitas (synchonicity). Sinkronisitas adalah segala sesuatu sangat
berhubungan satu dengan yang lain dengan adanya koneksi di dalam ketidaksadaran
kolektif. Oleh sebab itu, ketika kita memainkan peranan sebagai pewacana tarot
dan mengeksplorasi pikiran bawah sadar, apa yang muncul di kartu dalam bentuk
gambar bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah konsep ketidaksadaran
kolektif dari cerita, legenda dan kisah terdahulu. Maka tidak heran saya sering
menerima pertanyaan dari klien: “ Kok,
tahu apa yang sedang saya rasakan?” Ya, sesungguhnya sinkronisitas itu ada dan kartu tarot secara akurat memotret psyche (pola
kepribadian yang berbeda namun saling berinteraksi) kita meskipun kita tidak dapat melihat hubungannya.
Pendek
kata, kartu tarot tidak seharusnya dilihat sebagai metode sederhana untuk
meramal masa depan. Tarot lebih tepat dimanfaatkan sebagai media konseling
untuk mencari akar masalah dan jalan keluar ketika seseorang merasa beban
hidupnya berat. Tarot dapat pula digunakan untuk meyakinkan pengambilan
keputusan atau bahkan memahami diri sendiri. Tarot dapat merangsang intuisi dan
membantu pikiran untuk meloloskan diri dari situasi yang membelenggu.
Semoga buku ini dapat menyampaikan pesan bahwa penemuan diri sendiri (self) bisa memperluas kesadaran
seseorang, membawanya pada pertumbuhan spiritual yang lebih tinggi, serta
sekaligus membuatnya dapat mengintegrasikan berbagai self yang saling bertentangan antara kekuatan dan kelemahannya, aspek positif dan
negatifnya, aspek diri maskulin dan femininnya. Semoga pula buku ini memberikan
aspek positif bagi pertumbuhan diri seseorang secara utuh dan memberikan “cap”
yang obyektif terhadap hadirnya ilmu tarot.
Tarot Nusantara "The Real Art of Tarot"
Hisyam A. Fachri